Hadis Tentang Larangan Jual Beli
- JENIS JUAL BELI YANG DILARANG DALAM ISLAM
Transaksi jual beli
merupakan kegiatan yang sudah lama dikerjakan orang-orang sejak dahulu. Jual
beli di dalam Islam (ekonomi syariah) termasuk pada bagian muamalah, hal ini
menjadikan setiap kegiatan transaksi jual beli yang kita lakukan telah di atur
oleh agama dan secara sistematis telah ada aturan kebolehan dan rambu-rambu
larangan pada setiap transaksi jual beli, tujuannya ialah untuk menciptakan
kemaslahatan dalam berbisnis dan menghilangkan segala kemudharatan di dalamnya.
Islam telah membuat semua
peraturan dan larangan dalam jual beli
untuk mendatangkan kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan, tujuannya agar
terjadi transaksi yang adil dan tidak merugikan satu sama lain, sebagaimana
firman Allah SWT,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ
تِجَارَةًعَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu...”
(Q.S An-nisa [4] : 29)
Hukum asal jual beli
adalah mubah (boleh), sebagaimana dijelaskan pada kaidah fiqh.
اْلأَصْلُ فِي الشُّرُوْطِ فِي
الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ وَالْإِبَاحَةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ
Artinya : “Hukum asal semua bentuk muamalah adalah
mubah (boleh), kecuali ada dalil yang mengharamkannya (melarang)”
Berikut beberapa jenis
jual beli yang dilarang di dalam Islam :
- Jual beli barang yang belum diterima, seorang muslim tidak boleh membeli suatu barang kemudian menjualnya padahal ia belum menerima barang dagangan tersebut, karena dalil-dalil berikut: Sabda Rasulullah SAW, “ Jika engkau membeli sesuatu, engkau jangan menjualnya hingga engkau menerimanya. “ (H. R. Tabrani). Sabda Rasulullah SAW, “ Barang siapa membeli makanan, ia jangan menjualnya hingga menerimanya.” (H. R. Al Bukhari).
- Jual beli seorang muslim dari muslim lainnya, seorang muslim tidak boleh jika saudara seagamanya telah membeli sesuatu barang seharga lima ribu rupiah misalnya, kemudian ia berkatakepada penjualnya. “ Mintalah kembali barang itu, dan batlkan jual belinya, karena aku akan membelinya darimu seharga enam ribu, ‘ karena Rasulullah SAW bersabda, “ janganlah sebagian dari kalian menjual di atas jual beli sebagian lainya, “(H.R. Muttafun ‘alaih).
- Jual beli najasy, seorang tidak boleh menawar suatu barang dengan harga tertentu padahal ia tidak ingin membelinya, namun ia berbuat seperti itu agar diikuti para penawar lainya kemudian pembeli tertarik membeli barang tersebut. Seorang muslim juga tidak boleh berkata kepada pembeli yang ingin membeli suatu barang,” Barang ini dibeli dengan harga sekian”, ia berkata bohong untuk menipu pembeli tersebut, ia bersekongkol dengan penjual atau tidak, karena Abdullah bin Umar Ra berkata, “Rasulullah SAW melarang jual beli najasyi. “ Rasulullah SAW bersabda, “ Janganlah kalian saling melakukan jual beli najasiyi.” (H.R. Muttafaqun ‘alaih).
- Jual beli barang-barang haram dan najis , seorang muslim tidak boleh menjual barng-barang haram, barang-barang najis dan barang-banrang yang menjurus kepada haram. Jadi ia tidak boleh menjual minuman keras, babi, bagkai, berhala, dan anggur yang hendak dijadikan minuman keras, karena dalil-dalil berikut: sabda rasulullah SAW, “Sesungguhnya Allah mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai, babi, dan berhala. Rasulullah SAW bersabda: ‘”Barang siapa menahan anggur pada hari-hari panen untuk ia jual kepada orang Yaudi, atau orang kristen atau orang yang akan menjadikan sebagian minuman keras, sungguh ia menceburkan diri ke neraka dengan jelas sekali. (H.R.Mutaffaqun ‘alaih ). Bukhori:
حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بَنُ بَشَّا رٍ حَدَّ
ثَنَا غُنْدَ رُ حَدَّ ثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَنْ مَنْصُرٍ عَنْ أَ بِيِ ا لضُّحَى
عَنْ مَسْرُ و قٍ عَنْ عَا ئِشَةَ رَ ضِيَ ا للَّهُ عَنْهَا قَا لَتْ لَمَّا نَزَ
لَتْ آ خِرُ ا لْبَقَرَ ةِ قَرَ أَ هُنَّ ا لنَّبِيُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ عَلَيْهِمْ فِي ا لْمَسْجِدِ ثُمَّ حَرَّ مَ ا لتَّجَا رَ ةَ فِي ا نَمْرِ
Dari Aisyah, ia berkata: “Ketika turun akhir surat
al-Baqarah, Nabi membacakanya pada sahabat di masjid kemudian mengharamkan
perdagangan khomer.”
(Mata lain: Muslim 2985, Nasa’i 4586, Abi Daud
3086, Ahmad 23063) 1
- Jual beli gharar (ketidakjelasan). Jadi ia tidak boleh menjual ikan di air, atau anak hewan yang masih dalam perut induknya atau buah-buahan yang belum masak, biji-binijan yang belum mengeras atau menjual barang tanpa penjelasaan sifatnya. Sabda Rasulullah SAW. “ Janganlah kalian membeli ikan di air, karena itu gharar.” (H. R. Mutaffaqun ‘alaih).
Darimi:
أَحبر
نا مُحَمَّدُ بنُ عِيْسَى عِيْسَى حَدَّ ثَنَا يَحْيَ الْقَطّا نُ عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ عَنْ أَ بِى ا لزَّ نَا دِ عَنِ اْ لأَ عَنْ أَ بِى هُرَ يْرَ ةَ قَا لَ نَهَى
رَ سُوْ لُ ا للَّهِ صَلَى ا للَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَمْ عَنْ بَيْعِ ا لْغَرَ رِ
Abi
Hurairah berkata: ”Nabi melarang jual beli gharar (spekulasi)
(Mata
lain: Muslim 2782 Turmudzi 1151, Nasa’ 14442, Abi daud 2932, Ibnu Majah 2185,
Ahmad 9255)
- Jual beli dua barang dalam satu akad, sorang muslim tidak boleh melangsungkan dua jual beli dalam satu akad, namun ia harus melangsungkan keduanya sendiri-sendiri , karena di dalamnya terdapat ketidak jelasan yang membuat orang muslim lainya tersakiti atau memakan hartanya dengan tidak benar. Dua jual beli dalam satu akad mempunyai banyak bentuk, misalnya penjual berkata kepada pembeli, aku jual barang ini kepadamu seharga sepuluh ribu kontan atau lima belas ribu sampai waktu tertentu (kredit).” Setelah itu akad jual beli dilangsungkan dan penjual tidak menjelaskan jual beli manakah (kontan atau kredit) yang ia kehendaki.
- Jual beli urbun (uang muka), seorang muslim tidak boleh melakukan jual beli urbun, atau mengambil uang muka secara kontan, karena diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW melarang jual beli urbun (Imam Malik dalam Al-Muwatha). Tentang jual beli urbun, Imam Malik menjelaskan bahwa jual beli urbun ialah seseorang membeli sesuatu atau menyewa hewan, kemudian berkata kepada penjual, “Engkau aku beri uang satu dinar degan syarat jika kau membatalkan jual beli, maka aku memberimu uang sisanya.”
- Menjual sesuatu yang tidak ada pada penjual, seorang muslim tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada padanya atau sesuatu yang belum dimilikinya, karena hal tersebut menyakiti pembeli yang tidak mendapatkan barang yang dibelinya. Rasulullah SAW bersabda: “ Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu. “ (H. R. Tarmiz)
- Jual beli utang dengan utang, seorang muslim tidak boleh menjual utang dengan utang, karena itu menjual barang yang tidak ada dengan barang yang tidak ada pula dan Islam tidak membolehkan jual beli seperti itu. Contohnya, anda mempunyai piutang dua kwintal beras pada orang lain yang akan dibayar pada suatu waktu, kemudian anda menjualnya kepadaa orang lain seharga seratus ribu pada waktu tertentu
- Jual beli inah, seorang muslim tidak boleh menjual suatu barng kepada orang lain dengan kredit, kemudian ia membelinya lagi dari pembeli dengan harga yang lebih murah, karena jika ia menjul barang tersebut kepada pembeli seharga sepuluh ribu rupiah, maka itu seperti orang yang meminjamkan uang lima ribu rupiah dan meminta dikembalikan sebanyak sepuluh ribu rupiah. Hal ini seperti riba nasi’ah yang diharamkan al-Qur’an dan al-Hadits.
- Jual beli Musharah, seorang muslim tidak boleh menahan susu kambing, unta atau lembu selama berhari hari agar susunya terlihat banyak, kemudian manusia tertarik membelinya dan ia pun menjual-belikannya. Cara penjualan seperti ini merupakan kebatilan karena mengandung penipuan.2
- BENTUK-BENTUK LARANGAN DALAM JUAL BELI :
1.
Jual
beli sah tapi terlarang
Beberapa
jual beli yang tidak diperbolehkan dalam agama, yang menjadi pokok sebab
timbulnya larangan jual beli ini adalah:
a.
Menyakiti
kepada si Penjual/Pembeli atau kepada orang lain,
Contoh : Membeli barang dengan harga yang lebih mahal
dari pada harga pasar, sedangkan dia tidak menginginkan barang itu, tetapi
semata-mata supaya orang lain tidak dapat membeli barang itu.
b.
Membeli
suatu barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam masa khiyar.
c.
Merusak
kepada ketentraman umum,
Contoh :
- Membeli barang untuk ditahan
agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal, sedangkan masyarakat
umum memerlukan barang itu, hal ini dilarang karena
dapat merusak ketentraman umum.
- Menjual suatu barang yang berguna,
tetapi kemudian dijadikan alat maksiat oleh yang membelinya.
- Jual beli disertai tipuan berarti dalam urusan
jual beli itu ada tipuan, baik dari pihak pembeli maupun dari penjual pada
barang ataupun ukurannya dan timbangannnya. Menipu itu adalah haram dan
termasuk dosa besar.
d.
Menyempitkan
gerakan pemasaran,
Contoh :
Mencegat orang-orang yang datang dari desa luar kota, lalu membeli barangnya
sebelum mereka sampai ke pasar dan sewaktu mereka belum mengetahui harga pasar.
Hal ini tidak diperbolehkan karena dapat merugikan Penjual, dan mengecewakan
gerakan pemasaran karena barang tersebut tidak sampai ke pasar. Jual beli
seperti ini dianggap sah sedangkan hukumnya haram karena kaidah ulama fiqih :
apabila larangan dalam urusan muamalat itu karena hal yang diluar urusan
mu’amalah, larangan itu tidak menghalangi sahnya akad.
2.
Jual
beli yang terlarang
a. Terlarang sebab ahliah (ahli akad)
1) Jual beli orang buta
Jual beli orang buta dikatagorikan sahih menurut jumhur jika barang yang
dibelinya diberi sifat (diterangkan sifat-sifatnya). Adapun menurut ulama
Syafi’iyah, jual beli orang buta tidak sah sebab ia tidak dapat membedakan
barang yang jelek dan yang baik.
2) Jual beli terpaksa
Menurut Ulama Hanafiyah hukum jual beli orang
terpaksa seperti jual beli fudul (jual beli tanpa seizin pemiliknya) yakni
ditangguhkan (mauquf) oleh karena itu keabsahan ditangguhkan sampai rela
(hilang rasa terpaksa), menurut ulama malikiyah tidak lazim baginya ada khiyar. Adapun menurut Ulama Syafi’iyah
ddan Hanabilah jual beli tersebut tidak sah sebab tidak ada keridhaan ketika akad.
3)
Jual
beli fudul (jual beli tanpa seizin pemiliknya)
adalah jual beli milik orang tanpa seizin
pemiliknya. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah jual beli ini ditangguhkan
sampai ada izin dari pemiliknya,adapun menurut ulama Hanabilah dn syafi’iyah
jual beli fudul tidak sah.
4)
Jual
beli yang terhalang.
Jual beli disini adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun
sakit, karena orang bodoh suka menghamburkan uang (pemboros).
5)
Jual
beli malja’ (jual beli orang yang sedang bahaya). Jual beli malja’ adalah jual
beli orang yang sedang dalam bahaya yakni untuk menghindari dari perbuatan
zalim. Jual beli tersebut menurut Ulama Hanafiyah adalah fasid sedangkan
menurut Ulama Hanabilah adalah batal.
b.
Terlarang
sebab sighat
1)
Jual
beli muatah
yaitu jual beli yang tidak memakai ijab dan
qobul. Sebagian besar Ulama’ sepekat bahwa jual beli ini tidak sah tapi
sebagian Ulama Syafi’iyah seperti Imam Nawawi membolehkan jual beli seperti ini
dikembaikan kepada kebiasaan.
2)
Jual
beli melalui surat atau melalui utusan
3)
Jual
beli dengan isyarat atau tulisan
4)
Jual
beli yang tidak ada di tempat akad
5)
Jual
beli tidak bersesuaian antara ijab dan qobul
6)
Jual
beli munjiz berdasarkan dengan suatu syarat atau yang ditangguhkan pada waktu
yang akan datang.
c.
Terlarang
sebab ma’qud alaih (barang yang dijual)
1)
Jual
beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada
2)
Jual
beli yang tidak dapat diserahkan
3)
Jual
beli garar
4)
Jual
beli barang najis dan yang terkena najis
5)
Jual
beli air
6)
Jual
beli barang yang tidak jelas (majhul)
7)
Jual
beli barang yang tidak ada di tempat (gaib)
tidak dapat dilihat
8)
Jual
beli sesuatu yang belum dipegang
9)
Jual
beli buah-buahan atau tumbuhan
d.
Terlarang
sebab syara’
1)
Jual
beli riba
2)
Jual
beli dengan uang dari barang yang diharamkan
3)
Jual
beli barang dari hasil pencegatan barang
4)
Jual
beli waktu azan Jum’at
5)
Jual
beli anggur untuk dijadikan khamar
6)
Jual
beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
7)
Jual
beli barang yang dibeli oleh orang lain
8)
Jual
beli memaki syarat.3
Endnote:
[1] Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah ( Jakarta:
Rajawali pers, 2014), hal. 119-128
[2] Hakim Lukman, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
(Jakarta : Erlangga, 2005), hal. 114-116
[3] Mukarromah S “Jual Beli Menurut Hukum Islam
Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen”Digilib.uinsby.ac.id diakses pada 3
Oktober 2017.