Senin, 16 Oktober 2017

Hadis Tentang Etos Kerja Dan Kewirausahaan



 Hadis Tentang Etos Kerja Dan Kewirausahaan



A.    Etos Kerja
1.      Etos
Etos berasal dari Bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan juga masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dan dari kata etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik-buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut mengandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Karena etos berkaitan dengan nilai kejiwaan seseorang, hendaknya setiap pribadi muslim harus mengisinya dengan kebiasaan-kebiasaan yang positif dan ada semacam kerinduan untuk menunjukkan kepribadiannya sebagai seorang muslim dalam bentuk hasil kerja serta sikap dan perilaku yang menuju atau mengarah kepada hasil yang lebih sempurna. Akibatnya, cara dirinya mengekspresikan sesuatu selalu berdasarkan semangat menuju kepada perbaikan (improvement) dan terus berupaya dengan amat bersungguh-sungguh menghindari yang negatif (fasad).
Etos yang juga mempunyai makna nilai moral adalah suatu pandangan batin yang mendarah daging. Dia merasakan bahwa hanya dengan menghasilkan pekerjaan yang terbaik, bahkan sempurna, nilai-nilai Islam yang diyakininya dapat diwujudkan. Karenanya, etos bukan sekedar kepribadian atau sikap, melainkan lebih mendalam lagi, dia adalah martabat, harga diri dan jati diri seseorang. Dengan demikian, yang dimaksud etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan makna pada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal.
2.      Kerja
Makna pekerjaan terkandung dua aspek yang harus dipenuhinya secara nalar, yaitu sebagai berikut:
  1. Aktivitasnya dilakukan karena ada dorongan untuk mewujudkan sesuatu sehingga tumbuh rasa tanggung jawab yang besar untuk menghasilkan karya atau produk yang berkualitas. Bekerja bukan sekedar mencari uang, bekerja itu adalah ibadah sebuah upaya untuk menunjukkan performance hidupnya di hadapan Illahi.
  2. Apa yang dia lakukan tersebut karena kesengajaan, sesuatu yang direncanakan. Karenanya, didalamnya terkandung suatu gairah semangat untuk mengarahkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga apa yang dikerjakannya benar-benar memberi kepuasan dan manfaat.
Di sisi lain makna bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, pikir dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khairu ummah) atau dengan kata lain dapat juga kita katakan bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.
Secara lebih hakiki, bekerja bagi seorang muslim merupakan ibadah, bukti pengabdian dan rasa syukurnya untuk mengolah dan memenuhi panggilan Illahi agar mampu menjadi yang terbaik karena mereka sadar bahwa bumi diciptakan sebagai ujian bagi mereka yang memiliki etos yang terbaik,
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan apa-apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, supaya kami menguji mereka siapakah yang terbaik amalnya.” (al Kahfi: 7)
Ayat ini telah mengetuk setiap hati pribadi muslim untuk mengaktualisasikan etos kerja dalam bentuk mengerjakan sesuatu dengan kualitas yang tinggi. Mereka sadar bahwa Allah menguji dirinya untuk menjadi manusia yang memiliki amal atau perbuatan yang baik, bahkan mereka pun sadar bahwa persyaratan untuk berjumpa dengan Allah hanyalah dengan berbuat amal-amal yang prestatif. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan bekerja adalah upaya untuk mengisi kualitas hidup Islami, yaitu lingkungan kehidupan yang dilahirkan dari semangat tauhid, yang dijabarkan dalam bentuk amal prestatif (amal shaleh).

3.      Falsafah gerak
Bekerja bagi umat Islam disamping dilandasi oleh oleh tujuan-tujuan yang bersifat duniawi, juga sebagai wujud beribadah. Dengan bekerja seseorang akan mendapatkan hasil yang memungkinkannya bisa makan, berpakaian, tinggal di sebuah rumah, memberi nafkah keluarga, dan menjalankan bentuk ibadah secara baik. Dari hasil kerja inilah manusia dapat membayar zakat, bersedekah kepada yang lemah dan berinfak untuk kepentingan pembangunan umat Islam secara keseluruhan. Menurut Islam, seorang muslim yang bekerja hendak semata-mata diniatkan untuk beribadah kepada Allah, sebagaimana sabda Nabi:
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أبِي حَفْصٍ عُمَرَ بْبِ الخَطَا بِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ٳِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ  وَٳِ نَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَ تُهُ ٳِلَ اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ ٳِلَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَا نَتْ هِجْرَتُهُ لِدُ نْيَا يُصَيْبُهَا أَوْ اَمْرَأَةٍ يَنْكَحُهَا فَهِجْرَ تُهُ ٳِلَى مَا هَاجَرَ ٳِ لَيْه (مُتَّفَقٌ عَلَيْه)
“Dari Amir al-Mukminin Abu Hafsh ‘Umar ibn al-Kaththab r.a katanya, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya bagi setiap orang tergantung pada apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasulullah, maka hijrahnya itu diterima oleh Allah dan Rasullah. Dan barangsiapa hijrahnya karena keuntungan dunia yang ingin diperolehnya atau perempuan yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya aitu terhenti pada apa yang ia niatkan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Bekerja adalah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani), dan didalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdiannya kepada Allah SWT. Hidup adalah gerak dan gerak itulah yang menunjukkan tanda kebermaknaan dalam hidup.
Umat Islam bukanlah umat yang terpenjara oleh ibadah ritual, melainkan sangat terobsesi untuk mewujudkannya dalam bentuk gerak yang memberikan rahmat bagi sekitarnya. Umat Islam harus keluar dari penjara kemandekan (statis) karena sifat yang statis dan kehilangan ruh untuk berkreasi (ijtihad dalam bidang amaliyah) merupakan tanda-tanda kematian.
Demikianlah sikap yang paling agresif dalam etos kerja muslim adalah sikap mental yang dinamis, bergerak. Dengan etos kerjanya itu, mereka selalu siap untuk melontarkan sebuah jawaban, “Inilah pekerjaan dan prestasiku. Semoga apa yang ku perbuat memberikan nilai sebagai rahmatan lil ‘alamin dan semoga Allah mencatatnya sebagai amal shaleh.” Penghargaan Islam atas hasil karya dan upaya manusia untuk bekerja ditempatkan pada dimensi yang setara setelah iman, bahkan bekerja dapat menjadikan jaminan diampuninya dosa-dosa manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah, ”Barangsiapa yang di waktu sorenya merasakan kelelahan karena bekerja, bekerja dengan tangannya sendiri, maka di waktu sore itupulalah ia terampuni dosanya.” (HR Thabrani dan Baihaqi)1
B.     Kewirausahaan
Kata wirausaha (enterpreneur) berasal dari kata wira yang berarti teladan atau contoh dan usaha yang bermakna kemauan keras memperoleh manfaat. Jadi, wirausahawan berarti seorang yang berkemauan keras dalam melakukan tindakan dan perbuatan yang bermanfaat sehingga layak dijadikan teladan.Kewirausahaan adalah proses manusia untuk berinovasi dan berkreativitas dalam memahami peluang, mengorganisasi sumber – sumber, mengelola dan menjadikannya sebagai sebuah usaha yang mengahasilkan keuntungan atau nilai untuk jangka waktu yang lama.2
Sedangkan kewirausahaan bermakna sebagai proses menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan disertai modal dan resiko serta menerima balas jasa dan kepuasan serta kebebasan pribadi. Jeffery A. Timmons mendefinisikan kewirausahaan sebagai tindakan kreatif manusia membangun sesuatu yang bernilai dari tiada suatu apapun. Kewirausahaan dipandang sebagai kemampuan dalam memburu kesempatan tanpa menghiraukan keterbatasan kemampuan yang dimiliki, kemampuan dan keberanian dalam mengambil risiko, dan keahlian untuk memimpin orang lain kearah wawasan yang telah ditentukan.
Seorang wirausahawan mempunyai kemampuan untuk berdiri sendiri, berdaulat, merdeka lahir dan batin, mempunyai sifat mental dan jiwa yang selalu aktif untuk mengejar peluang, serta mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different). Entrepeneur dapat lahir kapan saja dan dimana saja, menurut Peter F. Drucker ada tujuh kemungkinan dapat melahirkan wirausaha baik dalam bisnis maupun di dalam lembaga-lembaga publik, antara lain:
  1. Hal yang tidak terduga (the unexpected),
  2. Ketidaksesuaian dalam kenyataan,
  3. Invensi berdasar kebutuhan,
  4. Perubahan dalam struktur industri,
  5. Perubahan dalam demokrasi,
  6. Perubahan persepsi dan arti, dan
  7. Ilmu pengetahuan baru.3
                 Hadits – Hadits Tentang Bekerja Keras / Berwirausaha
Rasulullah SAW menganjurkan agar seseorang bekerja dan berwirausaha agar dapat hidup mandiri, tanpa bergantung pada pemberian orang lain. Orang yang meminta-minta tidak hanya akan sengsara di dunia tetapi ketika hari kiamat kelak diwajahnya tidak ada sekerat dagingpun sebagaimana sabda Rasulullah SAW.


عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْن أَبِيْ جَعْفَرٍ قَالَ سَمِعْتُ حَمْزَةَ بْنَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَاللهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ : مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَ لُ النَّاسَ حَتَّى يَأْ تِيَ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ لَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ (روه البخري)
Artinya:”Dari ‘Abd Allah ibnAbi Ja’far katanya: Aku mendengar Hamzah ibn ‘Abd Allah ibn ‘Umar berkata: Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain hingga pada hari kiamat datang tanpa sekerat dagingpun diwajahnya.” (HR. Al-Bukhari).
Rasulullah menganjurkan etos kerja yang tinggi, sebagai wujud dedikasi manusia dalam menjalani kehidupannya. Kata etos sendiri memiliki makna sikap, kepribadian, watak dan juga karakter. Etos terbentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakini. Para sahabat Nabi merupakan orang-orang yang bekerja untuk diri mereka sendiri dan mereka mempunyai etos kerja yang tinggi, sebagaimana telah dijelaskan oleh hadis dibawah ini:

عَنْ عُرْوَةَ قَالَ قَالَتْ عَا ئِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا كَانَ أَصْحَا بُ رَسُلِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَمَ عُمَّا لَ أَنْفُسِهِمْ وَكَانَ يَكُونُ لَهُمْ أَرْوَاحٌ........ (زواه الْبُخَاري)
Artinya:”Dari ‘Urwah, katanya: ‘Aisyah r.a. berkata,”para sahabat Rasulullah SAW adalah pekerja untuk diri mereka sendiri dan mereka mempunyai etos kerja...” (HR. Al-Bukhari).
Rasulullah menganjurkan agar umatnya rajin bekerja dan berwirausaha karena cara demikian adalah yang terbaik bagi diri mereka, bahkan Nabi Dawud a.s., bekerja dan memenusi kebutuhan hidupnya dari pekerjaan atau hasil buah tanganya, sebagaimana dalam hadis:

عَنِ الْمِقْدَامِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَا مًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَاْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَٳِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ يَأْ كُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
 (رَوَاهُ الْبُخَا رِيُ)
Artinya: “Dari Miqdam r.a. dari Rasulullah SAW ia bersabda “Tidaklah seseorang makan-makanan yang lebih baik daripada makan hasil kerjanya sendiri dan sesungguhnya Nabi Dawud a.s. makan dari hasil buah tangan (pekerjaan)-nya sendiri.” (HR. Al-Bukhari).
Menurut Islam, seorang muslim yang bekerja hendak semata-mata diniatkan untuk beribadah kepada Allah, sebagaimana sabda Nabi:
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أبِي حَفْصٍ عُمَرَ بْبِ الخَطَا بِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ٳِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ  وَٳِ نَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَ تُهُ ٳِلَ اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ ٳِلَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَا نَتْ هِجْرَتُهُ لِدُ نْيَا يُصَيْبُهَا أَوْ اَمْرَأَةٍ يَنْكَحُهَا فَهِجْرَ تُهُ ٳِلَى مَا هَاجَرَ ٳِ لَيْه (مُتَّفَقٌ عَلَيْه)
Dari Amir al-Mukminin Abu Hafsh ‘Umar ibn al-Kaththab r.a katanya, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya bagi setiap orang tergantung pada apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasulullah, maka hijrahnya itu diterima oleh Allah dan Rasullah. Dan barangsiapa hijrahnya karena keuntungan dunia yang ingin diperolehnya atau perempuan yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya aitu terhenti pada apa yang ia niatkan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
  1. Karakteristik Wirausaha dan Tujuannya
Karakteristik wirausahawan yang perlu dimiliki dan dikembangkan, antara lain sebagai berikut :
1.      Berwatak luhur.
2.      Kerja keras dan disiplin.
3.      Mandiri dan realistis.
4.      Prestatif dan komitmen tinggi.
5.      Berpikir positif dab bertanggung jawab.
6.      Dapat mengendalikan emosi.
7.      Tidak ingkar janji, menepati janji dan waktu.
8.      Belajar dari pengalaman.
9.      Memperhitungkan risiko.
10.  Merasakan kebutuhan orang lain.
11.  Bekerja sama dengan orang lain.
12.  Menghasilkan sesuatu untuk orang lain.
13.  Memberi semangat orang lain.
14.  Memberi jalan keluar bagi setiap permasalahan.
15.  Merencanakan sesuatu sebelum bertindak.
Sedangkan, menurut By Grave, karakteristik wirausahawan meliputi 10 D yaitu :
1.      Dream, seorang wirausaha harus mempunyai tujuan atau visi untuk mewujudkan impian pribadinya maupun impian untuk usahanya. Bagi seorang wirausaha muslim impian disini sepatutnya bukan hanya mengarah pada keberhasilan dunia semata namun juga harus mengarah pada kehidupan kelak di akhirat.
2.      Decisiveness, kecepatan dan ketepatan mengambil keputusan adalah faktor kunci dalam kesuksesan bisnis. Seorang wirausaha harus pintar membuat keputusan secara cepat dengan penuh perhitungan. Bagi seorang wirausaha muslim untuk mengambil keputusan harus didasarkan pada syariat – syariat yang berlaku, bukan hanya pengambilan keputusan yang sifatnya cepat tapi tidak didasarkan pada syariat – syariat yang berlaku.
3.      Doers, yaitu seorang wirausaha dalam membuat keputusan akan langsung menindaklanjuti dan tidak menunda – nunda kesempatan yang baik dalam usahanya.
4.      Determination, seorang wirausaha harus bersungguh – sungguh dalam melaksanakan usahanya. Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan tidak menyerah walau dihadapkan pada halangan dan rintangan yang sulit.
5.      Dedication, seorang wirausaha memiliki dedikasi yang tinggi yaitu dengan memusatkan perhatian dan kegiatannya untuk kelancaran usahanya. Memusatkan perhatian dan kegiatan disini bukan berarti menggunakan seluruh waktunya untuk kelancaran usaha dan meninggalkan kewajiban sebagai seorang muslim.
6.      Devotion, yaitu mencintai usaha dan produk yang dihasilkan.
7.      Details, seorang wirausaha harus memperhatikan segala faktor yang mempengaruhi usahnya. Dengan tidak meninggalkan faktor – faktor kecil yang menghambat kelancaran usahanya.
8.      Destiny, bertangung jawab terhadap nasib dan tujuan yang hendak dicapainya, bebas dan tidak mau bergantung pada oran lain.
9.      Dollars, seorang wirausaha tidak mengutamakan kekayaan atau uang sebagai tujuan atau motivasinya dalam berusaha.
10.  Distribute, bersedia bekerja sama dan memercayai seseorang untuk diajak membangun usaha dan mencapai tujuan di bidan yang sama.4
Tujuan Kewirausahaan yaitu :
1.      Meningkatkan jumlah wirausaha yan berkualitas.
2.      Mewujudkan kemampuan dan kemantapan para wirausaha untuk mengahasilkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
3.      Membudayakan semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan dikalangan masyarakat yang mampu, andal dan unggulan.
4.      Menumbuh kembangkan kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang tangguh dan kuat terhada masyarakat.5

EndNote
[1] Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hal. 15-34.
[2] Basrowi, Kewirausahaan Untuk Perguruan Tinggi, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2011), hal. 57

[3]Idri, Hadis Ekonomi Ekonomi dalam Perspektif Nabi (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2015), hal. 290-292.
[4] Basrowi, Kewirausahaan Untuk Perguruan Tinggi, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011), hal. 10 – 11
[5] Basrowi, Kewirausahaan Untuk Perguruan Tinggi, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011), hal. 7







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hadis-Hadis Ekonomi

Hadis Tentang Larangan Jual Beli

Hadis Tentang Larangan Jual Beli JENIS JUAL BELI YANG DILARANG DALAM ISLAM Transaksi jual beli merupakan kegiatan yang sud...

Hadis Ekonomi Islam